Nama :
Erlin Listiana Novitasari
Kelas :
2EA12
NPM :
12211468
Jurusan :
S-1 Manajemen
1. PRAGMATISME
Pragmatisme adalah aliran filsafat
yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang
bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari
pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan
kepada individu-individu.
Dasar dari pragmatisme adalah logika
pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata
merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia
ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi
realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan
merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan
dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan
pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik,
sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
2. VITALISME
Vitalisme adalah suatu doktrin yang
mengatakan bahwa suatu kehidupan terletak di luar dunia materi dan karenanya
kedua konsep ini, kehidupan dan materi, tidak bisa saling mengintervensi.
Dimana doktrin ini menghadirkan suatu konsep energi, elan vital, yang menyokong
suatu kehidupan dan energi ini bisa disamakan dengan keberadaan suatu jiwa.
Pada awal perkembangan filosofi di
dunia medis, konsep energi ini begitu kental sehingga seseorang dinyatakan
sakit karena adanya ketidakseimbangan dalam energi vitalnya. Dalam kebudayaan
barat, yang dikaitkan dengan Hippocrates, energi vital ini diwakilkan dengan
humours; dan dalam budaya timur diwakilkan oleh qi maupun prana.
3. FENOMENOLOGI
Fenomenologi adalah sebuah studi
dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu
fenomonologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu
ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini.
Istilah ini pertama kali
diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert (1728 - 1777), seorang filsuf
Jerman. Dalam bukunya Neues Organon (1764). ditulisnya tentang ilmu yang tak
nyata.
Dalam pendekatan sastra,
fenomenologi memanfaatkan pengalaman intuitif atas fenomena, sesuatu yang hadir
dalam refleksi fenomenologis, sebagai titik awal dan usaha untuk mendapatkan
fitur-hakekat dari pengalaman dan hakekat dari apa yang kita alami. G.W.F.
Hegel dan Edmund Husserl adalah dua tokoh penting dalam pengembangan pendekatan
filosofis ini.
4. EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme adalah aliran
filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab
atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan
mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan
mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran
bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu
yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu
aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme
mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat
kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah
melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas
itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme
menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan
itu sendiri.
Dalam studi sekolahan filsafat
eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal
dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk
untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak.
Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis
adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde
baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung
jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya
universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah
kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis, bukan
melulu harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa
keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi
bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari
eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan
sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme.
Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti
dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan
oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang
tua, atau keinginan sendiri.
Kaum eksistensialis menyarankan kita
untuk membiarkan apa pun yang akan kita kaji, baik itu benda, perasaaan,
pikiran, atau bahkan eksistensi manusia itu sendiri untuk menampakkan dirinya
pada kita. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka diri terhadap pengalaman,
dengan menerimanya, walaupun tidak sesuai dengan filsafat, teori, atau
keyakinan kita.
5. FILSAFAT ANALITIS
Filsafat analitik adalah aliran
filsafat yang muncul dari kelompok filsuf yang menyebut dirinya lingkaran Wina.
Filsafat analitik lingkaran Wina itu berkembang dari Jerman hingga ke luar,
yaitu Polandia dan Inggris. Pandangan utamanya adalah penolakan terhadap
metafisika. Bagi mereka, metafisika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Jadi filsafat analitik memang mirip dengan filsafat sains.
Di Inggris misalnya, gerakan
Filsafat analitik ini sangat dominan dalam bidang bahasa. Kemunculannya
merupakan reaksi keras terhadap pengikut Hegel yang mengusung [idealisme]]
total. Dari pemikirannya, filsafat analitik merupakan pengaruh dari
rasionalisme Prancis, empirisisme Inggris dan kritisisme Kant. Selain itu
berkat empirisme John Locke pada abad 17 mengenai empirisisme, yang merupakan
penyatuan antara empirisisme Francis Bacon, Thomas Hobbes dan rasionalisme Rene
Descartes. Teori Locke adalah bahwa rasio selalu dipengaruhi atau didahului
oleh pengalaman. Setelah membentuk ilmu pengetahuan, maka akal budi menjadi
pasif. Pengaruh ini kemudian merambat ke dunia filsafat Amerika Serikat, Rusia,
Prancis, Jerman dan wilayah Eropa lainnya.
Setelah era idealisme dunia Barat
yang berpuncak pada Hegel, maka George Edward Moore (1873-1958), seorang tokoh
dari Universitas Cambridge mengobarkan anti Hegelian. Bagi Moore, filsafat
Hegel tidak memiliki dasar logika, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan
secara akal sehat. Kemudian pengaruhnya menggantikan Hegelian, yang sangat
terkenal dengan Filsafat bahasa, filsafat analitik atau analisis logik.
Tokoh yang mengembangkan filsafat
ini adalah Bertrand Russell dan Ludwig Wittgenstein. Mereka mengadakan analisis
bahasa untuk memulihkan penggunaan bahasa untuk memecahkan kesalahpahaman yang
dilakukan oleh filsafat terhadap logika bahasa. Hal inilah yang ditekankan oleh
Charlesworth. Penekanan lain oleh Wittgenstein adalah makna kata atau kalimat
amat ditentukan oleh penggunaan dalam bahasa, bukan oleh logika.
6. STRUKTURALISME
Strukturalisme adalah faham atau
pandangan yang menyatakan bahwa semua masyarakat dan kebudyaan memiliki suatu
struktur yang sama dan tetap. Strukturalisme juga adalah sebuah pembedaan
secara tajam mengenai masyarakt dan ilmu kemanusiaan dari tahun 1950 hingga
1970, khususnya terjadi di Perancis. Strukturalisme berasal dari bahasa
Inggris, structuralism; latin struere (membangung), structura berarti bentuk
bangunan. Trend metodologis yang menyetapkan riset sebagai tugas menyingkapkan
struktur objek-objek ini dikembangkan olerh para ahli humaniora. Struktualisme
berkembang pada abad 20, muncul sebagai reaksi terhadap evolusionisme positivis
dengan menggunakan metode-metode riset struktural yang dihasilkan oleh
matematika, fisika dan ilmu-ilmu lain.
7. POSTMODERNISME
Postmodernisme adalah faham yang
berkembang setelah era modern dengan modernisme-nya. Postmodernisme bukanlah
faham tunggal sebuat teori, namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran
dan sulit dicari titik temu yang tunggal. Banyak tokoh-tokoh yang memberikan
arti postmodernisme sebagai kelanjutan dari modernisme. Namun kelanjutan itu
menjadi sangat beragam. Bagi Lyotard dan Geldner, modernisme adalah pemutusan
secara total dari modernisme. Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard, bentuk
radikal dari kemodernan yang akhirnya bunuh diri karena sulit menyeragamkan
teori-teori. Bagi David Graffin, Postmodernisme adalah koreksi beberapa aspek
dari moderinisme. Lalu bagi Giddens, itu adalah bentuk modernisme yang sudah sadar
diri dan menjadi bijak. Yang terakhir, bagi Habermas, merupakan satu tahap dari
modernisme yang belum selesai.